RASIONAL
PENGEMBANGAN KURIKULUM 2013
Pengembangan
kurikulum perlu dilakukan karena adanya berbagai tantangan yang dihadapi, baik
tantangan internal maupun tantangan eksternal.
1. Tantangan Internal
Tantangan
internal antara lain terkait dengan kondisi pendidikan dikaitkan dengan
tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8 (delapan) Standar Nasional
Pendidikan yang meliputi standar pengelolaan, standar biaya, standar sarana
prasarana, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar isi, standar
proses, standar penilaian, dan standar kompetensi lulusan. Tantangan internal
lainnya terkait dengan faktor perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari
pertumbuhan penduduk usia produktif.
Terkait
dengan tantangan internal pertama, berbagai kegiatan dilaksanakan untuk
mengupayakan agar penyelenggaraan pendidikan dapat mencapai ke delapan standar
yang telah ditetapkan. (Gambar 1).
Gambar 1
Terkait
dengan perkembangan penduduk, SDM usia
produktif yang melimpah apabila memiliki kompetensi dan
keterampilan akan menjadi modal pembangunan yang luar biasa besarnya. Namun
apabila tidak memiliki kompetensi dan keterampilan tentunya akan menjadi beban
pembangunan. Oleh sebab itu tantangan besar yang dihadapi adalah bagaimana
mengupayakan agar SDM usia produktif yang melimpah ini dapat ditransformasikan
menjadi SDM yang memiliki kompetensi dan keterampilan melalui pendidikan agar
tidak menjadi beban (Gambar 2).
Gambar 2
2. Tantangan Eksternal
Tantangan
eksternal yang dihadapi dunia pendidikan antara lain berkaitan dengan tantangan
masa depan, kompetensi yang diperlukan di masa depan, persepsi masyarakat,
perkembangan pengetahuan dan pedagogi, serta berbagai fenomena negatif yang
mengemuka.
Gambar 3
3. Penyempurnaan Pola Pikir
Pendidikan
yang sesuai dengan kebutuhan masa depan hanya akan dapat terwujud apabila
terjadi pergeseran atau perubahan pola pikir. Pergeseran itu meliputi proses
pembelajaran sebagai berikut:
a.
Dari berpusat pada guru menuju
berpusat pada siswa.
b.
Dari satu arah menuju interaktif.
c.
Dari isolasi menuju lingkungan
jejaring.
d.
Dari pasif menuju
aktif-menyelidiki.
e.
Dari maya/abstrak menuju konteks
dunia nyata.
f.
Dari pembelajaran pribadi menuju
pembelajaran berbasis tim.
g.
Dari luas menuju perilaku khas
memberdayakan kaidah keterikatan.
h.
Dari stimulasi rasa tunggal menuju
stimulasi ke segala penjuru.
i.
Dari alat tunggal menuju alat
multimedia.
j.
Dari hubungan satu arah bergeser
menuju kooperatif.
k.
Dari produksi massa menuju kebutuhan
pelanggan.
l.
Dari usaha sadar tunggal menuju
jamak.
m. Dari satu ilmu pengetahuan bergeser menuju pengetahuan disiplin jamak.
n.
Dari kontrol terpusat menuju
otonomi dan kepercayaan.
o.
Dari pemikiran faktual menuju
kritis.
p.
Dari penyampaian pengetahuan
menuju pertukaran pengetahuan.
Sejalan
dengan itu, perlu dilakukan penyempurnaan pola pikir dan penggunaan pendekatan
baru dalam perumusan Standar Kompetensi Lulusan. Perumusan SKL di dalam KBK
2004 dan KTSP 2006 yang diturunkan dari SI harus diubah menjadi perumusan yang
diturunkan dari kebutuhan. Pendekatan dalam penyusunan SKL pada KBK 2004 dan
KTSP 2006 dapat dilihat di Gambar 4 dan penyempurnaan pola pikir perumusan
kurikulum dapat dilihat di Tabel 1.
Tabel 1
4. Penguatan Tata Kelola
Kurikulum
Pada
Kurikulum 2013, penyusunan kurikulum dimulai dengan menetapkan standar
kompetensi lulusan berdasarkan kesiapan peserta didik, tujuan pendidikan
nasional, dan kebutuhan. Setelah kompetensi ditetapkan kemudian ditentukan
kurikulumnya yang terdiri dari kerangka dasar kurikulum dan struktur kurikulum.
Satuan pendidikan dan guru tidak diberikan kewenangan menyusun silabus, tapi
disusun pada tingkat nasional. Guru lebih diberikan kesempatan mengembangkan
proses pembelajaran tanpa harus dibebani dengan tugas-tugas penyusunan silabus
yang memakan waktu yang banyak dan memerlukan penguasaan teknis penyusunan yang
sangat memberatkan guru. Perbandingan kerangka kerja penyusunan kurikulum dapat
dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5
Hasil
monitoring dan evaluasi pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang
dilakukan Balitbang pada tahun 2010 juga menunjukkan bahwa secara umum total
waktu pembelajaran yang dialokasikan oleh banyak guru untuk beberapa mata
pelajaran di SD, SMP, dan SMA lebih kecil dari total waktu pembelajaran yang
dialokasikan menurut Standar Isi. Di samping itu, dikaitkan dengan kesulitan yang
dihadapi guru dalam melaksanakan KTSP, ada kemungkinan waktu yang dialokasikan
dalam Standar Isi tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya. Hasil monitoring dan
evaluasi ini juga menunjukkan bahwa banyak kompetensi yang perumusannya sulit
dipahami guru, dan kalau diajarkan kepada siswa sulit dicapai oleh siswa. Rumusan
kompetensi juga sulit dijabarkan ke dalam indikator dengan akibat sulit
dijabarkan ke pembelajaran, sulit dijabarkan ke penilaian, sulit diajarkan
karena terlalu kompleks, dan sulit diajarkan karena keterbatasan sarana, media,
dan sumber belajar.
Untuk
menjamin ketercapaian kompetensi sesuai dengan yang telah ditetapkan dan untuk
memudahkan pemantauan dan supervisi pelaksanaan pengajaran, perlu diambil
langkah penguatan tata kelola antara lain dengan menyiapkan pada tingkat pusat
buku pegangan pembelajaran yang terdiri dari buku pegangan siswa dan buku
pegangan guru. Karena guru merupakan faktor yang sangat penting di dalam
pelaksanaan kurikulum, maka sangat penting untuk menyiapkan guru supaya
memahami pemanfaatan sumber belajar yang telah disiapkan dan sumber lain yang
dapat mereka manfaatkan. Untuk menjamin keterlaksanaan implementasi kurikulum
dan pelaksanaan pembelajaran, juga perlu diperkuat peran pendampingan dan
pemantauan oleh pusat dan daerah.
5. Pendalaman dan Perluasan
Materi
Berdasarkan
analisis hasil PISA 2009, ditemukan bahwa dari 6 (enam) level kemampuan yang
dirumuskan di dalam studi PISA, hampir semua peserta didik Indonesia hanya
mampu menguasai pelajaran sampai level 3 (tiga) saja, sementara negara lain
yang terlibat di dalam studi ini banyak yang mencapai level 4 (empat), 5
(lima), dan 6 (enam). Dengan keyakinan bahwa semua manusia diciptakan sama,
interpretasi yang dapat disimpulkan dari hasil studi ini, hanya satu, yaitu
yang kita ajarkan berbeda dengan tuntutan zaman (Gambar 6).
Gambar 6
Analisis
hasil TIMSS tahun 2007 dan 2011 di bidang matematika dan IPA untuk peserta
didik kelas 2 SMP juga menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Untuk bidang
matematika, lebih dari 95% peserta didik Indonesia hanya mampu mencapai level
menengah, sementara misalnya di Taiwan hampir 50% peserta didiknya mampu
mencapai level tinggi dan advance. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa yang
diajarkan di Indonesia berbeda dengan apa yang diujikan atau yang distandarkan
di tingkat internasional (Gambar 7).
Gambar 7
Untuk
bidang IPA, pencapaian peserta didik kelas 2 SMP juga tidak jauh berbeda dengan
pencapaian yang mereka peroleh untuk bidang matematika. Hasil studi pada tahun
2007 dan 2011 menunjukkan bahwa lebih dari 95% peserta didik Indonesia hanya
mampu mencapai level menengah, sementara hampir 40% peserta didik Taiwan mampu
mencapai level tinggi dan lanjut (advanced).
Dengan keyakinan bahwa semua anak dilahirkan sama, kesimpulan yang dapat
diambil dari studi ini adalah bahwa apa yang diajarkan kepada peserta didik di
Indonesia berbeda dengan apa yang diujikan atau distandarkan di tingkat
internasional. (Gambar 8).
Gambar 8
Hasil
studi internasional untuk reading dan literacy (PIRLS) yang ditujukan untuk
kelas IV SD juga menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan hasil studi
untuk tingkat SMP seperti yang dipaparkan terdahulu. Dalam hal membaca, lebih
dari 95% peserta didik Indonesia di SD kelas IV juga hanya mampu mencapai level
menengah, sementara lebih dari 50% siswa Taiwan mampu mencapai level tinggi dan
advance. Hal ini juga menunjukkan
bahwa apa yang diajarkan di Indonesia berbeda dengan apa yang diujikan dan
distandarkan pada tingkat internasional (Gambar 9).
Gambar 9
Hasil analisis lebih jauh untuk studi TIMSS dan PIRLS
menunjukkan bahwa soal-soal yang digunakan untuk mengukur kemampuan peserta
didik dibagi menjadi empat kategori, yaitu:
-
low mengukur kemampuan sampai level knowing
-
intermediate mengukur kemampuan sampai level applying
-
high mengukur kemampuan sampai level reasoning
-
advance mengukur kemampuan sampai level reasoning with incomplete information.
Tabel 2
Analisis
lebih jauh untuk membandingkan kurikulum IPA SMP kelas VIII yang ada di
Indonesia dengan materi yang terdapat di TIMSS menunjukkan bahwa terdapat
beberapa topik yang sebenarnya belum diajarkan di kelas VIII SMP (Tabel 2). Hal
yang sama juga terdapat di kurikulum matematika kelas VIII SMP di mana juga
terdapat beberapa topik yang belum diajarkan di kelas XIII. Lebih parahnya
lagi, malah terdapat beberapa topik yang sama sekali tidak terdapat di dalam
kurikulum saat ini, sehingga menyulitkan bagi peserta didik kelas VIII SMP
menjawab pertanyaan yang terdapat di dalam TIMSS (Tabel 3).
Tabel 3
Hal
yang sama juga terjadi di kurikulum matematika kelas IV SD pada studi
internasional di mana juga terdapat topik yang belum diajarkan pada kelas IV
dan topik yang sama sekali tidak terdapat di dalam kurikulum saat ini, seperti
bisa dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4
Dalam
kaitan itu, perlu dilakukan langkah penguatan materi dengan mengevaluasi ulang
ruang lingkup materi yang terdapat di dalam kurikulum dengan cara meniadakan
materi yang tidak esensial atau tidak relevan bagi peserta didik,
mempertahankan materi yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dan
menambahkan materi yang dianggap penting dalam perbandingan internasional. Di samping itu juga
perlu dievaluasi ulang tingkat kedalaman materi sesuai dengan tuntutan
perbandingan internasional dan menyusun kompetensi dasar yang sesuai dengan
materi yang dibutuhkan.
No comments:
Post a Comment